TASBIH ANTARA ZIKIR DAN PIRANTI GAIB - AceHoe- Live. co

AceHoe- Live. co

Blog Informasi terpilih khusus rakyat Aceh, Nasional Serta Dunia Internasional

test banner

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Saturday, March 4, 2017

TASBIH ANTARA ZIKIR DAN PIRANTI GAIB


 

Tasbih

Oleh : Muhammad Ichsan

Bagi Kalangan ummat Islam, tasbih merupakan sarana ibadah yang sudah       sedemikian akrab. Benda ini seakan – akan menjadi simbol kesalehan seseorang, walau sebenarnya ia tidak dapat dijadikan sebagai sesuatu tolak ukur . Bahkan, ada sebagian kalangan dalam Islam sendiri yang menggolongkan tasbih ke dalam bid’ah. Alasannya adalah karena Rasulullah S.A.W tak pernah menggunakannya dalam ritual peribadatan.

      Menurut Salah satu hadist sahih, dalam berzikir Rasulullah selalu menghitung bilang zikirnya dengan menggunakan jari - jari tangan kanannya. Dewasa ini di Indonesia, menyoroti makna fungsional tasbih yang ternyata bukan semata - mata sebagai piranti untuk berzikir saja, melainkan juga menjadi sarana untuk pengisian kekuatan ghaib dalam cabang Ilmu Hikmah. Sebelum sampai kesana, terlebih dahulu akan dipaparkan secara singkat mengenai sejarah dari tasbih itu sendiri.

 Sejarah Tasbih

       Syech Bakr bin Abdillah Abu Zaid menjelaskan bahwa tasbih telah dikenal sejak sebelum Islam. Tahun 800 M orang – orang Budha telah menggunakan tasbih dalam ritualnya. Begitu juga Al- Baraahimah di India, pendeta Kristen, dan rahib Yahudi. Diperkirakan, dari daratan India inilah tasbih kemudian berkembang ke benua asia. Orang Katholik menggunakan 50 biji tasbih kecil yang dibagi menjadi empat yang diberi pemisah dengan biji tasbih besar dengan jumlah yang sama. Juga dijadikan sebagai kalung yang terdiri dari dua biji besar dan tiga biji kecil, kemudian “matanya” dibuat dengan tanda salib. Mereka membaca pujian Tuhan dengan biji tasbih yang besar, dan membaca pujian maryamiyyah dengan biji tasbih yang kecil.

    Orang – orang Budha diyakini sebagai orang yang pertama menggunakan biji tasbih untuk menyelaraskan antara perbuatan dan ucapannya ketika sedang melakukan persembahayangan. Juga dilakukan oleh orang – orang Hindi di India, dan dipraktekkan oleh orang - orang Kristen pada abad pertengahan. Perkembangan tasbih yang pesat terjadi pada abad 15 dan 16 M. Dalam kitab Musaahamatul – Hindi  disebutkan orang – orang hindu terbiasa menggunakan tasbih untuk menghitung ritualnya. Sehingga menghitung zikir dan biji zikir diakui sebagai inovasi dari orang Hindu (India) yang bersekte Brahma. Dari sanalah kemudian menyebar ke berbagai penjuru dunia.

     Ahli sejarah Islam telah menyepakati bahwa orang – orang Arab jahilliyah tidak mengenal istilah dan penggunaaan tasbih dalam peribadatan mereka. Itulah sebabnya tidak satupun ada syair jahilliyah yang menyebutkan kalimat tasbih. Ia merupakan istilah Mu arrabah (di arab – arabkan) Begitu juga pada zaman Rasulullah SAW dan para sahabatnya.

Sementara dalam tradisi Islam, tasbih digunakan untuk berzikir, terutama ketika selepas shalat. Jadi, tasbih dibagi menjadi tiga kelompok yang masing-masing berjumlah 33 biji tasbih. Hal ini sesuai dengan tuntunan zikir selepas shalat, yakni 33 kali kalimatsubhanallah, 33 kali alhamdulillah, dan 33 kali Allahu akbar.

      Yang menarik, ada suatu riwayat yang mengisahkan, bahwa ketika hendak bertasbih, Sayyidah Fatimah AS. Mengambil benang yang terbuat dari bulu kambing. Kemudian ia menggulungnya sebanyak jumlah takbir dalam bentuk yang bulat, Ia memegangnya dan memutarkannya sembari berzikir membaca tasbih. Begitu Sayyidah Fathimah senantiasa bertasbih hingga hari kesyahidan Sayyidina Hamzah bin Abdul Muthallib, paman Rasulullah SAW, gugur dimedan pertempuran Uhud. Setelah itu, ia mengganti tasbihnya dengan tanah kuburan Sayyidina Hamzah. Kemudian masyarakat mengikuti apa yang dilakukan olehnya.  Mereka juga  membuat membuat tasbih dari tanah liat dan menggunakannya untuk berzikir.

 

Tasbih Sebagai Piranti Ghaib

     Ada sebuah adegan menarik kasus century yang menjerat Sri Mulyani tahun 2010. Kala itu, jarang sekali tangan Sri Mulyani terlihat di atas meja. Ternyata kedua tangan Sri Mulyani  ada di balik meja sambil memegang tasbih. Jari – jarinya terus bergerak searah mengikuti putaran bola – bola tasbih, sambil menjawab semua cecaran pertanyaan Pansus. Sri Mulyani seperti terus melakukan zikir sembari menjawab pertanyaan. Tentu saja, ini cara Sri Mulyani untuk mendapatkan ketenangan hati dan jiwa, dan sudah pasti ada seseorang mungkin kyai atau orang pintar lainnya, yang menyarankan seperti itu. Apa yang dilakukan Sri Mulyani  merupakan contoh kecil penggunaan tasbih sebagai piranti ghaibm sebab pastilah ada “sesuatu” dengan tasbih di tangannya itu. Langka seperti ini bukanlah hal baru, sebab sejak zaman para wali tasbih memang menjadi senjata ampuh ditangan mereka. Sebutlah misalnya kisah tentang Sunan Kudus yang diceritakan mampu memporaporandakan lawan yang ingin mencelakakannya hanya dengan memutar –mutarkan tasbih milinya, sehingga menimbulkan badai disekitarnya. Tasbih peninggalan sunan kudus memang bisa disebut istimewa di antara pusaka lainnya peninggalan sang wali lainnya.

Tasbih juga menjadi sebab lantaran terjadinya pernikahana Prabu Siliwangi dengan Nyi Mas Ratu Subang Keranjang. Dikisahkan, di desa kerawang ada seorang guru ngaji ahli Qoru (pandai membaca Al Qur’an ) yang berasal dari negeri Cempa, dan dikenal dengan Syech Qoru, keturunan Syech Zainal Abidin, dan masih keturunan Nabi Muhammad SAW. Syech Qoru mempunyai seorang murid wanita bernama Nyi Mas Ratu Subang Keranjang, Putri Seorang Sultan Malaka Singapura.

Prabu Siliwangi mengutus patinya untuk melamar Nyi Mas Ratu Subang Subang Keranjang untuk menjadi permaisurinya. Nyai Subang Larang ternyata bersedia menjadi permaisurinya dengan syarat Prabu Siliwangi sendiri yang datang melamar.

Persyaratan untuk menikah Nyai Ratu Subang kepada Prabu dengan mas kawin sebuah kalung yang berangkaikan bintang kerti, yakni Tasbih. Berangkatlah Prabu Siliwangi ke Mekkah dan bertemu dengan seorang wali memegang tasbih yang sedang dicarinya. Ia bermaksud meminta tasbih itu. Sang wali tidak begitu saja menyerahkan tasbihnya kecuali apabila Prabu Siliwangi bersedia membaca dua kalimat syahadat. Prabu Siliwangi bersediah melakukannya. Ia akhirnya memeluk Islam dan menikah dengan Nyi Mas Subang Keranjang.

Begitulah beberapa kisah tasbih sebagai sarana gaib. Di zaman modern sekarang ini, juga masih banyak orang pintar yang menggunakan tasbih untuk tujuan yang sama. “Syarat memiliki tasbih ini harus menjalankan shalat 5 waktu Full., maksudnya tidak boleh tinggal meski sewaktu pun, kecuali wanita yang sedang menstruasi. Jika Shalat masih bolong – bolong tidak akan memberi hasil yang maksimal. Disamping itu harus sanggup menjaga pantangannya, yakni mabuk, zinah, dan judi. Selain itu juga tasbih ini tidak boleh disalahgunakan untuk tindak kejahatan, takkabur, sombong, dan pamer,” papar orang pintar yang menguasai tasbeh sapta daya ketika dimintai komentarnya. Yang tak kalah penting Tasbeh Sapta Daya ini tidak bertujuan agar seseorang menjadi orang sakti, tetapi lebih kepada untuk membina kesadaran bahwa tuhan benar benar ada, dan kekuasaan –NYA tiada batas. Anggaplah semua usaha batin yang anda lakukan sebagai sarana memohon pertolongan Allah.S.W>T

- Dikutip dari Majalah Misteri Edisi 495, 2010 sebagai ilmu mengenal Tasbih

No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here